Suto Pranto
Pencipta Lagu Dangdut
Asal Minangkabau
Bagian III
HUJAN, DI BAWAH MOBIL TRUK...
Hidup penuh lika-liku mulai dirasakan Suto Pranto sejak ia memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya di perguruan tinggi.
Bergulat dengan waktu, mencipta hari-hari agar lebih berarti, di antara gelombang pasang surut kehidupan yang ia rasakan.
Perenungan panjang akan kehidupan, semakin hari menghantarkan Suto pada keputusan untuk lebih yakin mengaliri darah seni yang ia bawa dari masa kanak-kanak, agar bermuara pada karya cipta yang memiliki nilai seni tinggi.
Sejak tahun 1987, Suto Pranto telah mencipta puluhan lagu ber-aliran POP, sangat berbeda dengan aliran musik Dangdut yang digelutinya sampai ia dikenal oleh insan musik Dangdut Indonesia saat ini.
Untuk membiayai proses cipta lagu, Suto rela melakukan apa saja agar bisa menghasilkan uang. Sempat menjadi pedagang rokok asongan, ngamen dari rumah ke rumah, dari bis kota ke bis kota lainnya.
Sembilan lagu yang sudah dinyanyikan di depan pagar sebuah rumah, dibalas dengan kehadiran seorang pembantu rumah dan mengatakan "maaf orang punya rumah lagi tidak ada", begitu kata seorang pembantu rumah tangga menghampiri dan menolak Suto yang masih berdiri dengan gitarnya di depan pagàr sebuah rumah. Suto berlalu dengan rasa kecewa yang luar biasa.
Cerita yang selalu ada dalam ingatannya, dan tak pernah menyurutkan semangat seorang Suto untuk terus mengukir semua itu jadi berlian kemenangan dalam hidupnya.
Semakin menemukan pengalaman pahit dalam hidupnya, Suto semakin dapat melahirkan syair-syair lagu yang menyentuh jiwa.
Menurutnya Suto, tidak sedikit dari syair-syair lagu ciptaannya, lahir dari sentuhan pengalaman jiwa yang ia lalui. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga datangnya dari lingkungan sosial, baik manusia maupun alam sekitar.
Pergulatan panjang menjadi anak jalanan telah membuat seorang Suto Pranto semakin kuat dan tegar dalam menghadapi segala tantangan yang menghadang.
Berhadapan sama preman jalanan dan tukang palak sudah jadi makanan Suto sehari-hari. Sampai suatu saat Suto harus melakukan pembelaan diri, ketika preman tukang palak yang suka memerasnya setiap hari, sudah terlalu melewati batas kesabaran Suto.
Perkelahian tak bisa dihindari lagi. Suto melakukan perlawanan dengan gejolak darah muda yang masih ada dalam diri Suto saat itu. Perkelahian sengitpun terjadi. Tak pelak, pukulan Suto berkali-kali membuat si tukang palak jatuh tersungkur dan pingsan.
Sejak kejadian itu Suto mulai merasa kurang nyaman beraktifitas di kota Bandung. Maka, mulailah ia berfikir dan mempersiapkan diri untuk hijrah ke kota Jakarta.
Dunia cipta lagu dan perjuangan hidup Suto dalam kesendirian tidak membuat ia menjadi egois atau lupa akan seorang pendamping hidupnya.
Pada tanggal 16 Agustus 1990, Suto resmi melabuhkan cintanya pada seorang gadis Bandung yang bernama Nikartini, menjadi seorang istri dan pendamping hidupnya. Dari buah perkawinan mereka lahir lah Putu Latang (25), Malano Gipang (15), Gusti Ram Rizky (9), Ade Maulani Bilqis (8)
Kehadiran seorang anak dalam lingkungan keluarga bagi Suto sangat berarti. Walaupun disaat kelahiran anak pertama ketika itu, Suto masih berjuang di jalanan sebagai seorang pengamen, baik di bawah terik matahari dan debu jalanan.
Peristiwa yang membuat hatinya menangis, ketika dia terjebak di tengah hujan deras dan berteduh di bawah kolong sebuah mobil truk. Hampir lebih kurang satu jam lamanya Suto duduk di bawah kolong mobil truk itu, sambil memeluk gitar yang selalu ia bawa kemana-mana untuk mencari uang sebagai seorang pengamen jalanan.
Dalam kesendirian, di tengah deras dan brisiknya bunyi curah hujan ketika itu, ia menyadari begitu keras dan berat perjuangan hidup yang sedang ia dihadapi. Seperti harus duduk di bawah kolong mobil truk dalam kondisi hujan yang sangat deras. Semua itu demi anak pertama dan istri tercintanya.
Peristiwa "Hujan dan mobil truk adalah sebuah kenangan yang tak pernah terlupakan" begitu Suto menutup obrolan kami tepat pukul 1.30 WIB dini hari 15/1/17 di rumah salah seorang sohabatnya Dody Amaya.
Bersambung ......
Penulis Benny Krisnawardi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar