KOMUNITAS
LIMA GUNUNG
(Membangun
Paradigma Baru Berkesenian di kaki Gunung)
Komunitas Lima Gunung adalah komunitas kesenian yang
digagas oleh budayawan Magelang Sutanto Mendut dengan melibatkan tokoh dan
pemimpin kelompok seni tradisi dari gunung-gunung di Magelang, Jawa Tengah
yaitu kawasan Gunung Merapi (diketuai Sitras Anjilin), Merbabu (ada dua
komunitas diketuai masing-masing Riyadi, dan Sujono), Andhong (diketuai Supadi
Haryanto), yang sejak dua tahun lalu
sekaligus sebagai Koordinator Komunitas Lima Gunung), Gunung Sumbing (ketuanya
Ipang), dan Pegunungan Menoreh (ketua Ki Jowongso Sumimpen alias Tanto Mendut).
Komunitas ini terdiri
dari seniman pekerja kesenian tradisional dan sekaligus rata-rata mereka
adalah para petani.
Menurut Sutanto
Mendut Komunitas Lima Gunung adalah
komunitas yang terbentuk atas kesadaran ingin bersama-sama, berkumpul untuk
menggali sumber energy abadi yang ada di
gunung sampai energy kreativitas penghuni rasa yang melahirkan banyak jenis
seni dengan keunggulan indinya masing-masing. Gunung
merupakan sumber energy hati nurani manusiawi yang tidak serba materi. “Maka
merawat gunung, artinya merawat peradaban” ungkap Tanto Mendut.
Komunitas Lima Gunung didirikan dengan membangun paradigma berkesenian yang menstimulasi dimensi untuk hidup bersama masyarakat seni
dalam menyikapi keadaan dengan perbagai fenomena yang berkembang dan dapat
menarik perhatian masyarakat serta pemerhati seni, yaitu dengan membuka wacana
baru dalam bereksplorasi.
“Nama komunitas Lima Gunung diberikan oleh teman-teman
Media” begitu ucap Tanto Mendut. Sejak tahun 2002 Komunitas Lima Gunung ini menggelar megelar “Festival Lima Gunung” yang menampilkan berbagai seni tradisinya. Ini adalah acara pesta tahunan yang
berbiaya ratusan juta rupiah, diselenggarakan atas inisiatif dari para
seniman yang tergabung di dalamnya secara swadaya, mandiri ,tidak ada
ketergantungan pada siapa saja.
Tahun 2010 atas kesepakatan bersama
Komunitas Lima Gunung membuat sumpah bersama yang mereka namakan “Sumpah
Tanah”. Sumpah tersebut berupakan suatu
kesepakatan untuk tidak menerima sumbangan atau sponsor dari siapapun dalam
setiap program acara Festival Lima Gunung diadakan.
Pada
Festival Lima Gunung, Seni apa pun bisa pentas di sini. Dari seni yang serius,
tradisional yang ringan dan mudah dinikmati, dan yang
kolosal butuh keterampilan organisasi, sampai yang individual sekedar
mencari eksistensi bahkan sekedar ingin disebut seniman lalu bertelanjang
dada jungkir balik sambil teriak asu, celeng tidak dilarang, kata Sutanto yang juga merupakan Presiden
dari Komonitas Lima Gunung.
Festival yang dipersiapkan dan digelar dengan usaha
susah payah oleh Sutanto dan kawan-kawannya itu pada akhirnya membawa nama
Komunitas Lima Gunung dikenal luas publik Indonesia dan manca negara. Forum itu lama-kelamaan kian memiliki makna tersendiri, karena dirancang
oleh Sutanto Mendut.
Seni dalam Komunitas Lima Gunung, kendati berakar pada bentuk-bentuk kesenian rakyat, namun tidak terbelenggu pada pakem-pakem dasar yang ada, akan tetapi selalu melakukan pengembangan-pengembangan untuk memberi ruang gerak secara bebas kepada pelaku-pelaku kesenian yang ada di Komunitas Lima Gunung(Merapi, Merbabu, Menoreh, Andhong, dan Sumbing)
Seni dalam Komunitas Lima Gunung, kendati berakar pada bentuk-bentuk kesenian rakyat, namun tidak terbelenggu pada pakem-pakem dasar yang ada, akan tetapi selalu melakukan pengembangan-pengembangan untuk memberi ruang gerak secara bebas kepada pelaku-pelaku kesenian yang ada di Komunitas Lima Gunung(Merapi, Merbabu, Menoreh, Andhong, dan Sumbing)
Sampai tahun 2014 Festival Lima Gunung telah diadakan
sebanyak 14 kali. Setiap tahun pada bulan Juli dan Agustus. Semoga Komunitas
Lima Gunung jadi inspirasi kita semua…
Salam Benny Krisnawardi
Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar