Minggu, 22 Februari 2015

Manari Art Centre - Komunitas Lima Gunung


KOMUNITAS LIMA GUNUNG
(Membangun Paradigma Baru Berkesenian di kaki Gunung)
Komunitas Lima Gunung adalah komunitas kesenian yang digagas oleh budayawan Magelang Sutanto Mendut dengan melibatkan tokoh dan pemimpin kelompok seni tradisi dari gunung-gunung di Magelang, Jawa Tengah yaitu kawasan Gunung Merapi (diketuai Sitras Anjilin), Merbabu (ada dua komunitas diketuai masing-masing Riyadi, dan Sujono), Andhong (diketuai Supadi Haryanto),  yang sejak dua tahun lalu sekaligus sebagai Koordinator Komunitas Lima Gunung), Gunung Sumbing (ketuanya Ipang), dan Pegunungan Menoreh (ketua Ki Jowongso Sumimpen alias Tanto Mendut). Komunitas ini terdiri dari seniman pekerja kesenian tradisional dan sekaligus rata-rata mereka adalah para petani.
Menurut  Sutanto Mendut  Komunitas Lima Gunung adalah komunitas yang terbentuk atas kesadaran ingin bersama-sama, berkumpul untuk menggali sumber energy  abadi yang ada di gunung sampai energy kreativitas penghuni rasa yang melahirkan banyak jenis seni dengan keunggulan indinya masing-masing. Gunung merupakan sumber energy hati nurani manusiawi yang tidak serba materi. “Maka merawat gunung, artinya merawat peradaban” ungkap  Tanto Mendut.
Komunitas Lima Gunung didirikan dengan membangun paradigma berkesenian yang menstimulasi dimensi untuk hidup bersama masyarakat seni dalam menyikapi keadaan dengan perbagai fenomena yang berkembang dan dapat menarik perhatian masyarakat serta pemerhati seni, yaitu dengan membuka wacana baru dalam bereksplorasi.

“Nama komunitas Lima Gunung diberikan oleh teman-teman Media” begitu ucap  Tanto Mendut.  Sejak tahun 2002  Komunitas Lima Gunung ini menggelar megelar “Festival Lima Gunung” yang menampilkan berbagai seni tradisinya. Ini adalah acara pesta tahunan yang berbiaya ratusan juta rupiah, diselenggarakan atas inisiatif dari para seniman yang tergabung di dalamnya secara swadaya, mandiri ,tidak ada ketergantungan pada siapa saja.
Tahun 2010 atas kesepakatan bersama Komunitas Lima Gunung membuat sumpah bersama yang mereka namakan “Sumpah Tanah”.  Sumpah tersebut berupakan suatu kesepakatan untuk tidak menerima sumbangan atau sponsor dari siapapun dalam setiap program acara Festival Lima Gunung diadakan.
Pada Festival Lima Gunung, Seni apa pun bisa pentas di sini. Dari seni yang serius, tradisional yang ringan dan mudah dinikmati, dan yang kolosal butuh keterampilan organisasi, sampai yang individual sekedar mencari eksistensi bahkan sekedar ingin disebut seniman lalu bertelanjang dada jungkir balik sambil teriak asu, celeng tidak dilarang, kata Sutanto yang juga merupakan Presiden dari Komonitas Lima Gunung.
Festival yang dipersiapkan dan digelar dengan usaha susah payah oleh Sutanto dan kawan-kawannya itu pada akhirnya membawa nama Komunitas Lima Gunung dikenal luas publik Indonesia dan manca negara. Forum  itu lama-kelamaan kian memiliki makna tersendiri, karena dirancang oleh Sutanto Mendut.
Seni dalam Komunitas Lima Gunung, kendati berakar pada bentuk-bentuk kesenian rakyat, namun tidak terbelenggu pada pakem-pakem dasar yang  ada, akan tetapi  selalu melakukan pengembangan-pengembangan  untuk memberi ruang gerak secara bebas  kepada pelaku-pelaku kesenian yang ada di Komunitas Lima Gunung(Merapi, Merbabu, Menoreh, Andhong, dan Sumbing)
Sampai tahun 2014 Festival Lima Gunung telah diadakan sebanyak 14 kali. Setiap tahun pada bulan Juli dan Agustus. Semoga Komunitas Lima Gunung jadi inspirasi kita semua…
Salam Benny Krisnawardi
Februari 2015
  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar