Karya Tari “
Onak Samudera “
"Duri di lautan" merupakan simbol dari beratnya berbagai tantangan hidup
yang dijalankan tiga koreografer ini selama meraka mengarungi dunia seni
khususnya tari.
Perjalanan panjang yang diawali dari pengembaraan mereka, menuntut ilmu
ke negeri perantauan jauh dari kampung halaman dan meninggalkan orang-orang
yang mereka cintai, merasakan susah senangnya dengan berurai air mata sampai
bentuk-bentuk penghargaan yang mereka terima, dipaparkan dalam karya tari “Onak
Samudera” .
Rasa cinta akan dunia seni seakan mengalahkan semuanya. Cita-cita yang
kuat untuk maju dan berkembang di dunia seni menjadikan mereka selalu tegar
menghadapi cobaan demi cobaan, walau seperti apapun rasanya “duri” yang menusuk tak pernah menyurutkan impian mereka untuk berjaya di dunia seni.
Tom Ibnur kelahiran Padang Sumatera Barat, semasa remaja tumbuh
menjadi seorang anak laki-laki yang cerdas dan berprestasi, baik di sekolah maupun kegiatan-kegiatan
ektrakurikuler khususnya di bidang seni.
Kecerdasan dan bakat yang dimilikinya di bidang seni, membuat Tom
Ibnur sering dipercaya untuk mewakili sekolah dalam berbagai lomba
tari dan baca puisi. Tapi sayang Bakat seni yang sangat diminati itu tidak
mendapat dorongan yang baik dari orang tuanya. Sehingga kegiatan seni
dilakukannya secara sembunyi-sembunyi. Tidak jarang Tom Ibnur mengendap-endap
turun ke halaman rumah melalui jendela kamar pada malam hari dengan mempergunakan kain panjang milik ibunya, agar bisa bergabung
bersama teman-teman sebayanya untuk belajar pencak silat.
Sebagai seorang anak laki-laki yang cerdas, Tom Ibnur sangat mencintai ibunya. Maka untuk menyenangkan persaan ibunya, Tom Ibnur menyelesaikan sekolah di bidang anilis
kimia dan pernah bekerja di PT.Semen
Padang, walaupun jiwa dan perasaannya masih berkeinginan besar untuk
meniti karir di dunia seni. Jiwa seni dalam diri Tom Ibnur makin hari semakin berkembang, akhirnya sampai suatu ketika ia terpaksa meninggalkan gelar doctor analisisnya dan masuk ke dunia seni secara total.
Sebelum berangkat ke
Jakarta untuk berkarir di dunia seni, Tom Ibnur berpamitan pada ibunda
tercinta. Berbagai perasaan muncul dalam fikirannya. Karena persoalan yang akan diungkapkan adalah persoalan yang tidak disenangi oleh ibunya. Untuk itu Tom Ibnur bersujut
simpuh di hadapan ibunya, meminta izin dan menyatakan keinginannya untuk pergi merantau berkarir seni ke kota Jakarta.
Adegan dramatik beruraikan air mata ini diceritakan dalam bentuk
monolog oleh Shahril Wahid yang menghidupkan watak Tom Ibnur, watak Som Said dihidupkan oleh Marina, watak
On Jaafar oleh Anwar Hadi Ramli.
Watak ketiga para koreografer dalam karya “Onak Samudera” ini dimunculkan pada
beberapa bagian. Penggalan-penggalan cerita biografi tiga koreografer ini, diceritakan secara detail, beragam ekspresi yang dapat
memancing emosi penonton.
Perpaduan cerita diselingi oleh adegan–adegan bahasa gerak pada
koreografi tari tradisi Melayu, tradisi Minangkabau serta tari kontemporer, menjadikan karya tari Onak Samudera memiliki makna tersendiri, sehingga gambaran masa lampau ke tiga koreografer yang berlainan negara ini dapat kita simak dan rasakan.
Karya Tari berdurasi lebih kurang satu setengah jam ini dibawakan
oleh tiga puluh orang penari yang berasal dari
kelompok tari Langkan Budaya Taratak (Indonesia), Sri Warisan Som Said
Performing Art (Singapore), dan Yayasan Warisan Johor (Malaysia). Music director
dikerjakan oleh Zubir Abdullah, Scripwriter Marina, Set Designer M.Hanafi Bin
Abdul Wahab dan lighting designer oleh Azhari Bin Abdul Rashid.
Gedung pertunjukan utama Esplanade Singapore pada malam itu di
penuhi oleh penonton yang ingin menyaksikan karya tari “Onak Samudera”, sebuah karya
kolaborasi seniman tiga Negara yang jarang terjadi.
Rasanya karya tari ini memberi apresiasi positif bagi kita yang menonton, baik dari segi koregrafi, tataan panggung, lighting, thema karya, visualisasi
teater, yang belakang diketahui bahwa hampir semua tim kreatif yang mengerjakannya memiliki garis keturunan keluarga dari bangsa
Indonesia.
Sukses buat “Onak Samudera”
Singapore 8/11/2014
Benny Krisnawardi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar